MENGGUGAT KEADILAN TUHAN

“Ada apa dengan bangsa ini?”
Satu pertanyaan yang kadang datang menjelang tidur kita dalam jeda suatu masalah yang melanda Indonesia. Bencana selalu datang melanda, seolah tidak bosan mencengkeramkan cakarnya yang tajam di tubuh bangsa kita, INDONESIA. Gempa bumi, air bah  tsunami, tanah longsor, lumpur Lapindo, hujan dan angin puyuh, angin puting beliung, banjir bandang, pohon-pohon tumbang, banjir rob, kebakaran kampung, kebakaran hutan, kebakaran pasar, serangan virus flu burung, kepungan virus flu babi,  serbuan ulat bulu, naiknya lintah laut ke darat, tawuran massal antar kampung, tawuran missal antar fakultas, tawuran antar pelajar, kecelakaan massal di laut dan di darat dan di udara, wabah DBD, wabah ISPA,  diare, Malaria, HIV/AID, dst, dst. Dengan korban beratus-ratus ribu orang.

Jika kita menilik kepada kenyataan, apa kekurangan negara ini menjalankan perintah agama Tuhan. Barangkali kita bisa melihat orang-orang yang menjalankan agama di negeri ini lebih nyata dari pada negara-negara tetangga kita. Seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipinna, dan Australia. Tapi kenapa seolah negara-negara tetanggga kita itu lebih sejahtera dari pada kita. Terlepas dari pepatah “Rumput tetangga nampak lebih hijau”, tapi memang begitulah kenyataannya. Di Indonesia fakta membuktikan bagaimana masjid-masjid mewah berkubah emas dibangun masyarakat, pengajian-pengajian dilakukan umat di kantor-kantor, hotel-hotel, sekolah-sekolah, radio dan televisi, artis-artis dan pelawak-pelawak pun pintar berceramah agama, partai politik diagamakan, ibadah umroh dan haji dimudahkan dengan KBIH dan biro-biro perjalanan, amar makruf nahi munkar dilakukan dengan tegas oleh kelompok-kelompok umat yang militan, gerakan aksi menentang pornografi dan pornoaksi marak dilakukan, makanan dan minuman sudah diberi label halal oleh Majelis Ulama sehingga tak membkuat orang ragu dalam mengkonsumsi makanan, pendek kata semua kegiatan keagamaan dilakukan oleh bagian terbesar bangsa kita dalam berbagai kesempatan.
                Kenyataan diatas sepeti tidak memuaskan kemauan Tuhan. Kita pun masih bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Masihkah kurang sempurna kita menjalankan agama? Sejatinya, hati kita sendiri yang bisa menjawabnya. Sudahkah kita benar-benar tulus menjalankan semua yang kita kerjakan atau hanya kepalsuan semata.
                Sementara itu, dunia ini memang sudah penuh sesak dengan kepalsuan-kepalsuan. Jika kita melihat pentol bakso, betapa nikmatnya ia. Sebuah jajanan yang diracik dari bahan-bahan tertentu dalam bentuk sedemikian rupa. Ya, nikmat sekali untuk dimakan. Tapi dalam kenyataannya ada juga petol bakso itu palsu karena terbukti racikannya dicampur dengan bahan-bahan campuran yang membahayakan manusia dan juga mematikan. Seperti campuran formalin, daging tikus, daging babi, dan sebagainya. Begitu juga adanya saus bakso, yang sering dicampuri dengan bahan dari pepaya, ubi yang dicampur dengan cat pewarna, formalin, kemudian essense rasa tomat. Begitu nampak seperti saus tomat tapi begitu banyak bahan yang mencampurinya. Panca indra kita sering tertipu dengan melihat dari permukaannya saja. Nampak seperti asli jika kita hanya melihat permukaannya tanpa meneliti kandungannya.
                Begitulah kemelut dunia global sekarang ini. Lebih jauh lagi, manusia di jaman global ini, sedang sibuk mengembangkan disiplin pengetahuan baru yang disebut scientific virtual, yaitu ilmu pengetahuan membuat segala sesuatu yang palsu. Jadi apapun bisa direkayasa sedemikian rupa menjadi imitasi. Bukan hanya makanan yang menggunakan bahan-bahan sentetik palsu, melainkan juga fisik manussia pun bisa diubah menjadi palsu mulai hidung palsu sampai keperawanan palsu. Sehingga ada manusia yang fisiknya dibentuk dari sel-sel tiruan sehingga membentuk organ yang disebut Cyborg (Cybernetic Organism) sedangkan jiwanya bukanlah jiwa manusia seutuhnya.
                Itulah mungkin sebabnya Tuhan menurunkan segala bencana yang disebut dengan adzab. Yaitu adzab itu diturunkan untuk bangsa ini, semata-mata untuk membersihkan jiwa kita dari sifat kepalsuan yang ada dalam diri kita.

Malang, 13 Juli 2011
Moh. Haris Suhud
Terima Kasih kepada sang inspirator, Romo Agus Sunyoto.


0 Comments