AWAS! DOKTRIN MEDIA MASSA: Alat Paling Ampuh Mencipta Dunia

Topic future of public media (www.freepress.net)
Dalam film Inception (2010) karya Christopher Nolan, karakter Cobb dalam film tersebut mengatakan: “A single idea from the human mind can build cities. An idea can transform the world and rewrite all the rules.” Dengan sebuah ide, seseorang bisa membangun kota dan dengan ide juga, seseorang bisa mengubah dunia dan semua peraturan yang ada. Film itu mengungkapkan bahwa sebuah ide yang ada di kepala manusia memiliki kekuatan yang sangat besar. Kalimat sederhana itu terdengar janggal jika diucapkan seabad lalu. Tapi di abad dimana laju arus informasi sangat cepat menyentuh telinga setiap orang, kalimat yang dikatakan Cobb di atas menjadi sangat tepat dan harus dijadikan sebuah pembangkit kesadaran oleh semua manusia agar tidak tersesat dalam pemahaman yang keliru. Sebab tanpa disadari, sebuah informasi yang disuguhkan melalui media massa bisa mengubah pandangan, sikap, gaya hidup seluruh umat manusia di dunia.

Era smart phone telah datang. Semua orang dimanapun berada, segala informasi dengan cepat sampai di depan mata mereka. Detik ini terjadi suatu peristiwa, kurang dari lima menit kemudian, berita itu sudah siap untuk dibaca. Betapa haibatnya era smart phone! Tapi tulisan ini bukan akan mengulas tentang kecanggihan smartphone itu.

Beberapa dasawarsa lalu, jika orang ingin membaca berita, ia harus rela keluar dari rumah dan mengeluarkan uang untuk beli koran. Hari ini tanpa keluar rumah pun, informasi apa saja yang ingin diperoleh dengan mudah dapat diakses tanpa beranjak dari rumah— meskipun baru bangun tidur sambil berbaring di dalam kamar, informasi itu bisa dikonsumsi —melalui jaringan internet yang sudah terpasang di setiap tempat. Akan tetapi dengan kemudahan tersebut, tidak serta-merta membuat seseorang semakin mendapat pencerahan, tapi semakin tersesatkan lebih jauh terbawa arus yang ganas. Sebab, informasi yang disajikan belum tentu sebuah kebenaran, tapi hanya sebuah praktik manipulasi; upaya menggiring pemahaman ke arah tertentu.

Sering kali berita dibuat hanya untuk sebuah kepentingan. Kebenaran informasi sekarang ini menjadi barang mahal. Media massa yang harusnya mengemban tanggungjawab memberi pencerahan, kadang hanya menjadi ajang narsis. Misal, bagaimana Jawa Pos Group mengelukan seorang tokoh dalam berbagai macam berita. Segala apa yang ia kerjakan sering kali tampil di salah satu halamannya. Tidak ada salahnya, toh itu perusahaan milik sendiri. Wajar jika ia memanfaatkan media itu sebagai alat promosi sebelum ia maju menjadi presiden. Bukan hanya Jawa Pos, media massa yang lainnya juga seperti itu, bahkan kerap menjelekkan lawan politiknya.  Media massa hilang kendali dari tanggungjawabnya memberikan informasi yang faktual, berubah menjadi ajang lempar fitnah untuk saling menjatuhkan. Sehingga pembaca seperti diombang-ambing dalam kebingungan karena terus disuguhi berita yang syarat dengan kepentingan individu atau golongan tertentu.

Informasi yang syarat dengan kepentingan itu berseliweran setiap hari. Dengan tidak disadari, jika pembaca tidak kritis, sebuah opini atau klaim sepihak itu akan menancap dalam otak pembaca. Sehingga, manipulasi informasi akan dianggap sebagai sebuah kebenaran. Itulah kenapa sikap skeptik dalam menanggapi semua berita sangat perlu karena kejujuran dalam jurnalistik sudah menjadi barang langka di tengah orang-orang yang gila kekuasaan. Oleh sebab itu, untuk mendapat kebenaran, juga diperlukan membayar mahal yaitu dengan sikap teliti, tidak mudah percaya, selalu bertanya, untuk mencari sebuah kebenaran yang pasti.

Bahaya yang ditimbulkan jika tidak bersikap kritis setiap membaca informasi adalah, pembaca akan terdoktrin oleh informasi-informasi bohong yang disebar-luaskan lewat media massa. Mengutip perkataan Philip K. Dick, “The basic tool for the manipulation of reality is the manipulation of words. If you can control the meaning of words, you can control the people who must use the words.” Dengan manipulasi penggunaan kata-kata yang digunakan dalam menyampaikan informasi akan mempengaruhi pemahaman seseorang. Ketidaksadaran manusia yang dimanipulasi itu melahirkan kebodohan massal yang setia merawat “salah-kaprah” di tengah-tengah masyarakat. Misal, setiap bulan Agustus selalu terpampang tulisan “DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA YANG KE-(sekian)” Kalimat ini adalah sebagai ungkapan perayaan kemerdekaan republik Indonesia yang telah bebas dari penjajahan. Dengan sekilas, kata-kata itu tidak ada yang salah. Tapi jika digali lebih dalam, maka akan muncul kejanggalan. Sejak kapankah republik Indonesia pernah dijajah? Dalam teks proklamasi yang dibacakan Soekarno, sama sekali tidak menyebut kata republik Indonesia, karena republik Indonesia belum ada pada hari itu. Kenapa tiba-tiba yang diperingati setiap 17 Agustus adalah republik Indonesia yang sama sekali tidak pernah dijajah itu? Tentu ada manipulasi kata di sana. Secara asal-asalan dapat ditarik kesimpulan awal bahwa ada upaya De-Soekarnoisasi (Kebijakan yang diambil oleh pemerintah orde baru untuk memperkecil peranan dan kehadiran Soekarno dalam sejarah dan dari ingatan bangsa Indonesia. 2013, Wikipedia.) yang dilakukan oleh Soeharto disebar-luaskan di media massa waktu itu.

Manipulasi kata juga terjadi dalam pemberitaan terkait negara Belanda yang akan meminta maaf kepada Indonesia terhadap kasus pembantaian yang dilakukan kapten Westerling pada tahun 1947-1949 dengan 40.000 korban manusia. Dalam berita itu menggunakan kata ‘eksekusi’ daripada ‘pembantaian manusia’. Padahal jelas, antara eksekusi dan pembantian itu berbeda. Meskipun korban sama dibunuh, tapi eksekusi adalah proses pembunuhan yang telah melalui jalur hukum, sementara pembantaian tidak. Kutipan dari berita tersebut adalah: “Kita berbicara tentang kejadian mengerikan dalam kasus yang spesifik yang mengakibatkan eksekusi.” Kata Rutte. (Kompas.com, 1 september 2013).

Yang paling mutakhir adalah ketika beberapa media massa menyebutkan Amerika akan menyerang Suriah dengan alasan misi penyelamatan kemanusiaan karena pemerintah berkuasa di sana telah membunuh rakyatnya dengan senjata kimia. Apakah demikian kebenarannya? Dari catatan penyerangan yang dilakukan Amerika ke Timur Tengah dapat disimpulkan, berita-berita itu hanya manipulasi yang dilakukan oleh Amerika saja, demi mendapatkan keabsahan menyerang Suriah. Kemudian menguasai kekayaan alam negera tersebut. Sebelumnya, Amerika telah berhasil menghancurkan Irak demi meraup keuntungan dari kekayaan alam di sana.


Begitulah cara media menggiring secara pelan-pelan dan dengan cara lembut menanamkan pemahaman dalam kepala manusia di seluruh dunia. Media massa adalah alat paling ampuh yang digunakan untuk mempermudah menguasai dunia. Di sinilah kebenaran kata-kata Cobb yang disebutkan di awal tulisan ini; bahwa ide yang di sampaikan melalui media massa itu memiliki dampak besar terhadap tatanan dunia.

0 Comments