Ayat-ayat Cinta 2, Sebuah Film dengan 5.241.217 Pesan Moral

Ayat-ayat Cinta 2
Kata temanku Syafiqul Umam yang merupakan seorang pemerhati film mengatakan: "Jika sebuah film selama 10 menit belum menarik perhatianmu, itu tanda-tanda bahwa film yang sedang kamu tonton  bukan film bagus." 

Itulah yang aku rasakan saat lihat film Ayat-ayat Cinta 2 di bioskop Mandala kemarin. 

Film ini berdasarkan sebuah novel dengan judul yang sama, dikarang oleh Habiburrahman El-Zhirazy. Celakanya aku belum membaca novel yang kedua terbit tahun 2015 yang merupakan pijakan film ini. 

Kalau novel yang pertama aku sudah baca dan filmnya juga nonton. Seingatku, novel dan bukunya sama-sama bagus.

Yang kedua ini aku langsung melihat filmnya. Jadi aku akan membagikan pengalamanku setelah nonton filmya saja tanpa mengetahui isi buku.

Film Ayat-ayat Cinta 2 yang kemudian aku sebut AAC 2 ini durasinya dua jam lebih sedikit. Bukan hanya 10 menit aku belum tertarik pada film ini, bahkan sampai lebih dari 30 menit alur film masih terasa hampa.

Tapi aku yakin di buku ceritanya bagus, khas tulisan Kang Abik yang punya alur kuat dan banyak pelajaran moral. Kabarnya menggandengkan antara buku dengan film memang bukan urusan mudah.

Adegan AAC 2 dimulai dengan menggambarkan perang di Palestina. Aisha merupakan istri Fahri yang menjadi salah satu orang di tengah peperangan itu. Tidak dijelaskan ia sebagai relawan atau jihadis yang ikut perang. Intinya, Aisha menjadi salah satu korban perang.

Hal itu membuat Fahri hidup sendiri di luar negeri, jauh dari istri dan keluarga. Ia menjadi dosen di Universitas Edinburgh. Ia tinggal di sebuah rumah mewah bersama dengan asistennya dari Turki, tapi bisa bahasa Indonesia dengan lancar. Semua orang di sana tampak fasih berbahasa Indonesia-- mungkin ini film yang memang disengaja pakai pengantar bahasa Indonesia  meskipun setting-nya  bukan di Indonesia. Untuk memudahkan  kita saja. Sebab AAC 2 pangsa pasarnya jelas di Indonesia.

Berlanjut ke adegan berikutnya, penyampaian pesan moral dimulai. Sebab film ini sangat kental dengan aroma islami, maka pesan yang disampaikan pun banyak terkait dengan nilai-nilai islam.

Pesan moral pertama: sholat bisa dilakukan di mana saja tanpa rasa takut ada perasaan pamer.

Pesan itu bisa kita dapatkan dari adegan ketika Fahri melakukan sholat di dalam kelas sementara para mahasiswanya menunggu di dalam kelas. Salah satu mahasiswa pria yang tengil mula-mula menuduh Fahri hanya membangun citra baik belaka.

Masih dalam satu scene yang sama, kita  kembali dapat pesan moral lagi bahwa islam memuliakan perempuan. Ini pesan moral yang kedua dari jumlah yang aku sebut di dalam judul tulisan ini.

Sepulang Fahri dari kampus ada pesan moral lagi atau pesan moral yang ketiga: Jangan memperlakukan seorang gelandangan yang membutuhkan tempat berteduh dengan kasar.

Dalam film tersebut Hulusi asisten Fahri mengusir orang yang tidur di depan rumah Fahri dengan kasar. Fahri yang sifatnya hampir sempurna seperti Nabi tentu menegur saat melihat apa yang dilakukan asistennya.

Tapi ternyata orang yang disangka gelandangan tadi adalah teman dekat Fahri.

"Misbah!" Sosok Fahri yang diperankan oleh Fedi Nuril menunjukkan wajah terkejut. Namun untuk aktor sekelas Fedi, saya rasa ekspresi itu kurang halus. Maksudku masih tampak kalau sedang akting.

Pelajaran moral selanjutnya bahwa antara pembantu atau asisten memiliki derajat yang sama dengan majikan.

Dalam satu dialog, Hulusi menjelaskan itu dengan gamblang. Meskipun dirinya berstatus sebagai asisten Fahri, tidak lantas merasa dirinya lebih rendah dari Fahri atau orang yang bisa disuruh-suruh seenaknya. Makanya, ia tak mau ketika Misbah yang suka guyon memintanya untuk membawakan tas berat yang ia bawa dalam perjalanan.

Eh, kalau aku disuruh mengingat pesan moral semuanya satu per satu dalam tiap scene dan  menuliskannya di sini pastinya  nanti aku capek. Tapi aku bisa mengatakan bahwa film AAC 2 punya pesan moral lebih dari 5 juta seperti yang aku sebutkan. Jadi akan aku tulis pesan moral yang perlu menjadi sorotan saja. 

Oke. 

Belum lama dari pesan moral yang aku sebut sebelumnya, sudah muncul pesan moral lagi pada adegan berikutnya. 

Pada suatu pagi, mobil Fahri menjadi korban vandalisme. Tapi Fahri tidak marah. Ia hanya meminta asistennya membawa mobil ke bengkel untuk dicat ulang. Sementara Fahri tak segan naik angkutan umum untuk berangkat ke kampus. Pesan moral sabar bisa kita petik dari sini. 

Semua pesan moral tadi terdapat di awal film setelah lebih dari 30 menit. Hampir satu jam penuh film ini sarat dengan pesan moral yang tersurat. Maksudku penonton tak perlu menarik kesimpulan sendiri untuk mengambil hikmah dari film. 

Pesan moral dalam film tentu saja sangat baik untuk pihak pemirsa. Ia bisa menjadi pelajaran bagi mereka usai nonton. 

Tapi jika porsinya terlalu banyak, menurutku, justru akan membuat film jadi cepat membosankan. Film yang bagus biasanya memberikan pesan moral lewat alur yang kuat secara tersirat. Di film AAC 2 ini cara penyampaian pesan sangat tersurat sehingga aku serasa mendengar khotbah daripada melihat film.

Efek negatif penyampaian pesan seperti ini melahirkan kepingan-kepingan cerita sendiri dalam film AAC 2. Akibatnya hal itu bisa membuyarkan fokus penonton ketika ingin mengikuti cerita inti.

Aku ambilkan contoh dalam penyampain pesan moral bahwa orang muslim (Fahri) harus tetap welas-asih pada orang yang membencinya.

Keira adalah orang yang sangat benci pada Fahri yang beragama islam. Ia menuduh Fahri sebagai teroris, penjahat, yang sok jadi pahlawan pada siapa saja yang kesusahan.

Keira punya pemahaman seperti ini karena ayahnya tewas dalam sebuah insiden bom bunuh diri di London. Dalam berita disebutkan yang menjadi teroris adalah orang islam. Ia lantas mendendam pada seluruh orang islam. Ia pun benci pada Fahri.

Kehilangan sosok ayah membuat keluarga  Keira berantakan. Ia harus keluar dari sekolah musik dan adiknya keluar dari sekolah sepakbola.

Pada tahap yang sangat mengenaskan Keira harus menjual dirinya pada pria hidung belang. Fahri ikut lelang untuk menyelamatkan keperawanan Keira. Tentu Fahri yang religius tak ingin menidurinya, ia hanya ingin memberi sebuah 'pelajaran'.

Setelah Keira bebas dari kekejaman prostitusi, diam-diam Fahri mengirim guru kursus biola pada Keira. Akhirnya Keira menjadi orang terkenal di bidang musik.

Untuk membangun kisah hidup Keira dan melihat latar belakangnya terpaksa terdapat cuplikan flashback. Ini yang aku maksud mengganggu alur AAC 2 yang inti.

Premis konflik dalam kehidupan Keira sebenarnya sudah bisa menjadi film sendiri. Tapi itu masuk di sela-sela cerita Fahri yang menunggu kepulangan Aisha dari Palestina yang tiada kabar.

Setelah itu masih terdapat beberapa kepingan cerita yang menurutku tak perlu agar alur cerita Aya-ayat Cinta 2 bisa mengalir apik. Semua ini kuduga untuk menegaskan kemuliaan diri Fahri dan tentu saja lagi-lagi untuk menyampaikan pesan moral.

Contoh lagi adalah ketika Fahri mau mengantarkan orang Yahudi ke sinagog. Dalam adegan ini dibangun drama-drama yang bisa membuat hati pilu di mana Fahri  diusir dengan kasar karena dianggap  tak pantas menginjakkan kaki di tempat ibadah mereka.

Contoh satu lagi adalah saat Fahri membenarkan bacaan imam saat sholat jamaah di masjid. Di sana juga dibangun drama seolah imam sholat yang dibenarkan bacaanya itu tak terima pada Fahri. Tapi ternyata sang imam yang berjalan dengan wajah sangar hanya ingin mengucapkan terima kasih pada Fahri yang mengetahui kesalahan bacaan dengan rinci.

Cerita film Ayat-ayat Cinta 2 kemudian, bagiku pribadi, baru mulai menarik ketika seorang perempuan gelandangan bercadar, Sabina, yang selama sekian waktu tinggal di rumah Fahri sebagai pembantu ternyata  adalah Aisha.

Itu mengejutkanku. Ia sengaja menutup identitasnya karena merasa tak pantas kembali pada Fahri. Saat di Palestina, ia menjadi korban para serdadu Israel yang sedang birahi. Untuk mencegah pemerkosaan, ia sengaja merusak kemaluannya dan wajahnya yang cantik dengan menggesekkannya ke tembok yang kasar.

Selama tinggal di rumah Fahri dalam balutan cadar, Sabina melihat langsung bagaimana suaminya yang masih sah dan masih ia cintai menjadi idola kaum hawa. Hulya yang merupakan keponakannya sendiri pun ingin jatuh ke dalam pelukan Fahri.

Di saat akhirnya Fahri menikah dengan Hulya, Aisha pun tak bisa menahan air mata. Namun seberat apapun, Aisha harus bisa menerima. Ini baru drama sebenarnya dalam alur cerita AAC 2. Ini yang aku tunggu-tunggu.

Lalu setiap hari, Aisha harus melihat kemesraan Fahri dengan Hulya. Ia pun menerima jika Hulya mulai berani menganggapnya sebagi pembantu rumah tangga.

Hulya akhirnya tahu bahwa perempuan bercadar yang selama ini ia anggap sebagai pembantu ternyata adalah Aisha, istri Fahri yang sah. Penyamaran Aisha terciduk ketika terjadi insiden penyerangan terhadap Hulya  oleh (yang dalam Ayat-ayat Cinta I bernama) Bahadur.

Hulya yang sedang hamil terkena tusukan pisau di dada sebelah kiri.Dalam keadaan kritis, Hulya memberi tahu pada Fahri bahwa perempuan bercadar itu adalah Aisha.

Fahri pun akhirnya berani membuka cadar pembantunya tersebut. Benar, dia adalah Aisha. Inilah drama sesungguhnya dalam film Ayat-ayat Cinta 2. Sayangnya drama seperti baru terjadi di menit-menit akhir saja.

Adapun perdebatan Fahri di kampus membahas teori Clash of Civilization karya Samuel Huntinton di tengah-tengah film hanyalah sekedar drama yang disempilkan begitu saja. Mungkin karena itu ada dalam novelnya saja. Aku gak tahu karena memang belum baca bukunya.

Ketika Keira minta untuk dinikahi Fahri juga sempilan belaka. Jika itu ditiadakan kukira tak akan mengubah alur cerita Ayat-ayat Cinta 2 secara keseluruhan.

Ya, akhirnya Fahri tahu kalau perempuan bercadar itu adalah Aisha. Dan ia meratapi kenapa tak bisa mengenali Aisha yang sekian lama dekat dengannya.

Di akhir cerita, Hulya minta menukar rupa wajahnya untuk Aisha, sehingga Aisha tak perlu lagi malu dengan wajahnya yang buruk. Dengan demikian, Fahri akan kembali mendapatkan  istri cantik seperti Hulya dan hatinya adalah hati Aisha yang mulia--yang sekian lama Fahri tunggu-tunggu.

Seperti yang kukatakan di awal bahwa Fahri memiliki sifat mulia hampir seperti Nabi. Ia orang baik, suka membantu orang lain, setia, dll. 'Hampir' berarti tidak sama. Fahri adalah manusia zaman sekarang yang tak  bisa lepas dari perbuatan maksiat. Tapi untuk ukuran sifat lelaki zaman now, maka ia bisa dikatakan hampir sempurna.

Buktinya, Fahri berkenan membelikan rumah pada janda Yahudi. (Memangnya ada dalam dunia nyata orang mau membelikan rumah untuk tetangga?). Dia tak marah pada anak yang mencuri barang miliknya bahkan ia bersedia memberi secara gratis. Dia mau keluar uang banyak untuk ikut lelang demi menyelamatkan kesucian Keira. Aku kira tak akan ada manusia sesempurna Fahri dalam dunia nyata saat ini.

Jika aku mau menuliskan pesan moral semuanya dari diri Fahri sepanjang film pasti akan bertemu angka 5.241.217. Tapi aku gak mau. Capek. 

O, ya, aku nonton film AAC 2 ini berlima  bersama istri; ibu mertua, bapak mertua, dan adik ipar yang kebetulan lagi berkunjung ke Malang pada hari 24 Desember 2017.

Sekian, Allahu a'lam.

1 Comments