“Bagaimana Allah akan
membukakan pintu karomah, sementara engkau tak pernah bisa membuka pintu hati
untuk mendapatkan karomah.” (Al Hikam)
Ilustrasi |
Kalimat di atas merupakan
terjemahan bebas versi saya sendiri dari kata seorang sufi dan juga sastrawan, Ibnu
Athaillah al Iskandari. Jika dibaca dalam versi aslinya, kalimat tersebut begitu
terasa lebih puitis. Begini bunyinya: kaifa
tukhraku lakal awaida wa anta lam takhraq min nafsikal awaida.
Berdasarkan keterangan kitab Sarah Al Hikam yang dikarang oleh Mbah
Kiai Misbah Mustafa Bangilan, seorang hamba jangan sekalipun pernah berharap
mendapatkan suatu karomah dari Allah. Hamba yang baik tidak pernah ingin
memiliki kemampuan di luar kebiasaan manusia seperti kemampuan melipat bumi
(menuju tempat dalam waktu sekejap), bisa terbang, atau berjalan di atas air,
dan lain sebagainya. Jangan mengharap itu semua apabila dalam hati seorang hamba
masih terselip penyakit hati seperti sombong, merasa hebat, tamak, dan penyakit
hati lainnya. Sebab, sebuah karomah Allah hanya diberikan kepada orang-orang saleh,
orang yang benar-benar mampu melepaskan diri dari segala bentuk tingkah hawa
nafsu dalam hati.
Sebelumnya, mari kita pahami dulu
apa definisi karomah. Menurut Ibnu Utsaimin, yang disebut karomah adalah
kejadian di luar kebiasaan, yang Allah anugerahkan kepada hambanya yang saleh
tanpa adanya pengakuan dari yang mendapat karomah tersebut. Pun dalam mendapat
karaomah, tidak ada media pemicu seperti doa, bacaan khusus, atau dzikir
tertentu. Jadi karomah bukan suatu kekuatan atau kemampuan adikodrati seseorang
di mana untuk menghadirkan dilakukan dengan cara membaca doa tertentu. Dan, karomah tidak bisa digunakan oleh manusia
kapan pun ia menghendaki.
Percaya atau tidak percaya,
beberapa manusia yang dikehendaki oleh Allah memang mampu mengalami hal yang di
luar nalar seperti kebal terhadap kobaran api (Nabi Ibrahim), membelah laut
(Nabi Musa). Hal di luar kebiasaan yang terjadi di kalangan nabi seperti ini
disebut dengan mukjizat sedangkan yang terjadi pada wali Allah disebut karomah.
Nah, sepanjang hidup kita ini,
mungkin kita sudah sering mendengar berbagai kisah mengesankan tentang karomah
seorang wali Allah. Misalkan saja karomah yang terjadi pada Sunan Bonang. Entah
sumber dari mana, barangkali kita pernah mendengar satu kehebatan karomah salah
satu wali tanah Jawa yang bernama asli Raden Maulana Makdum Ibrahim putra Sunan
Ampel yang wafat pada tahun 1525 Masehi ini. Suatu ketika, saat Sunan Bonang
berhadapan dengan seorang perampok di tengah jalan, beliau bisa mengubah pohon
kelapa menjadi sebongkah emas. Hebat? Iya, hebat dan mengagumkan. Dan kisah-kisah
menakjubkan seperti itu, sering kita dapati dalam kisah-kisah wali lainnya juga.
Mereka mendapat karomah yang berbeda-beda, yang semuanya berlangsung di luar jangkauan
akal sehat.
Dengan adanya karomah yang
dianugerahkan kepada para wali tersebut, lalu membuat beberapa orang seperti
kita ini ingin memiliki karomah yang dimiliki oleh para nabi ataupun oleh para wali.
Ada beberapa orang yang kemudian mengamalkan doa dan dzikir tertentu yang
tujuannya untuk mendapatkan satu karomah (bisa melakukan hal di luar kebiasaan).
Apakah dengan dzikir dan doa yang dibaca
itu, lantas membuat orang yang melakukannya mendapatkan karomah?
Allahu a’lam. Orang yang berdoa dan berdzikir yang tujuannya
mendapatkan kekuatan adikodrati atau karomah, sebenarnya menyimpan sebuah
maksud keinginan yang itu sebenarnya adalah salah satu penyakit hati; keinginan
pribadi atau nafsu. Padahal seperti yang disebutkan di awal, sejatinya sebuah
karomah tidak akan diberikan kepada orang yang belum bisa meninggalkan segala
bentuk hawa nafsu yang ada di dalam hati. Apalagi, karomah bukan hal yang bisa
dicapai dengan doa-doa. Jika demikian,
apakah mungkin manusia mendapatkan karomah?
Jawabannya, ya mungkin. Dengan
doa-doa dan dengan ritual tertentu seseorang hamba barangkali diberikan satu
karomah oleh Allah. Tapi perlu diperhatikan, hendaknya saat mendapatkan karomah
yang dimintakan tersebut, ia merasa khawatir dan takut karena bisa jadi karomah
yang diberikan itu hanya sebuah istidraj dari Allah, sebuah pemberian tapi sebenarnya Allah tidak benar-benar
mengikhlaskannya.
Orang-orang yang mendapat karomah
Allah sebenarnya, adalah orang yang betul-betul bisa melepaskan diri dari
segala bentuk hawa nafsu. Segala keinginan telah ia tangguhkan. Ia tidak pernah
meminta karomah diberikan kepadanya. Bahkan ketika ia beribadah kepada Allah,
sekalipun tak pernah mengharapkan apapun; mengharapkan karomah ataupun mengharapkan
balasan surga. Diumpamakan seorang yang sedang jatuh cinta, ia tak mengharapkan cintanya terbalas. Ia mencintai karena yang dicinta pantas cinta. Jadi, orang yang
mendapat karomah ini adalah orang-orang yang sepenuhnya ikhlas dalam melaksanakan
ibadah hanya untuk Allah semata. Karena ia sadar, sebagai pencinta yang ia lakukan
adalah demi cintanya kepada yang menciptakan alam semesta, tanpa mengharap
balasan suatu apapun. Adalah Allah... Allah...Allah... Itu saja.
Allahu A’lam.
Pranalar
Ust. Nafi’. Pengajian Sarah Al Hikam Karya Misbah
Mustafa, 22 September 2014.
Sunan Bonang. Diakses 23 Septermber 2014 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Bonang
Misbah, Mustofa. Sarah Al Hikam Jilid II. Alhidayah; Surabaya
YOGACONSTANTINE.2013. Rahasia Kesaktian dan Karomah Para Sunan/Wali. Diakses 23 Desember
2014 dari http://constantine23.wordpress.com/2013/06/18/rahasia-kesaktian-dan-karomah-para-sunanwali/
2 Comments
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletejazakumulloh khoiron katsiroo
ReplyDeletewassalam wr wb