Polisi, Adalah Hantu Jalanan

Ini bukan rintihan atau semangat hidup yang telah runtuh menjadi abu yang tak dapat disatukan lagi. Tapi ini adalah sepasang mata yang memandang di balik bias-bias cahaya pelangi yang berpendar karena air mata, pada kejadian menyerikan di negeri ini. Dan aku, aku hanya bisa berdoa—aku bukan siapa-siapa—semoga  kutukan ini  akan berakhir.

Negeriku Indonesia, tak hentinya meneteskan air mata atas kepedihan yang harus ia hadapi. Darah membanjiri pelataran rumah. Belum kering luka yang kemarin, sekarang muncul luka di bagian tubuh yang lain. Semua luka itu semacam kutukan untuk bangsa ini.

Baru aku terbangun, sementara pagi masih buta, kabar yang kubaca adalah anak kecil yang mencuri sandal diancam diganjar dengan hukuman 5 tahun penjara. Itu hanya persoalan sandal. Dan itu tidak aneh. Seperti kejadian tahun lalu, orang mencuri semangka diganjar lebih berat dari pada koruptor yang mengembat uang rakyat. Itu hanya persoalan semangka. Belum juga kasus yang dituduhkan pada seorang perempuan yang dianggap melakukan pencemaran nama baik rumah sakit. Ya, perempuan itu bernama Prita. Ia harus menanggung denda bermilyar untuk menebus dosanya karena tindakannya itu; dia dituduh mencemarkan nama baik rumah sakit saat ia mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut dengan mengirimkan email kepada temannya.

Seperti itu keadilan di Indonesia, Saudaraku. Orang kecil selalu menjadi korban ketidakadilan. Sementara aparat keamanan yang seharusnya menjadi tembok keamanan untuk rakyat bertindak “sekarep udele dewe”. Mereka yang menamakan sebagai aparat kemanan—garda terdepan penegak hukum, pelindung rakyat tapi rasa keamanan tidak pernah didapatkan oleh rakyat.

Ironis, kasus pembantaian yang terjadi di Mesuji beberapa waktu kemarin menjadi bukti bakti polisi untuk melindungi rakyat. Kepada aparat keamanan, polisi, seharusnya rakyat minta perlindungan untuk melindungi tanah mereka dari usaha perluasan lahan yang digalakkan oleh perusahaan kelapa sawit yang notabene milik orang Malaysia sejak tahun 2007 lalu. Akan tetapi polisi malah menjadi tangan besi dari perusahaan tersebut untuk membantu menyingkirkan rakyat dari tanah yang telah dihuni sekian lama. Inilah potret keadilan di Indonesia. Rakyat kembali hidup seperti di zaman VOC.

Belum sempat sembuh luka itu di hati rakyat Indonesia, sudah muncul kabar pembantian lagi di Bima. Dikabarkan bahwa keributan ini memakan korban seorang petani dan beberapa yang terluka. Yang menjadi pelakunya juga sama, mereka adalah yang menamakan diri mereka aparat keamanan yang seharusnya melayani masyarakat agar merasa aman. Tapi apa buktinya, mereka menjadi hantu yang ditakuti oleh masyarakat.

Benarkah kalian merasa aman dengan adanya polisi, apakah kalian merasa terlindungi dari bahaya-bahaya? Jika kalian merasa aman dengan adanya polisi lalu apa buktinya. Buktinya, jika ada polisi di jalan, dan waktu itu kalian sedang mengendarai motor dan tidak pakai helm, maka timbul sebuah kehawatiran yang timbul dalam hati. Lebih mengkhawatirkan  kematian karena kemungkinan kepala kita membentur aspal jalan karena tidak pakai helm atau khawatir karena ada polisi dan takut ditilang? Pasti kalian lebih khawatir dengan adanya polisi yang berdiri di penggir jalan itu. Padahal ketika kalian tidak memakai helm, kalian tetap yakin dengan keselamatan. Siapa yang bisa mengalahkan keyakinan. Keyakinan adalah sumber dari segalanya, Saudara. (baca ilmu neutic)

Tapi polisi itu telah berhasil membuat hati kalian gelisah. Jika kalian berani, coba tanyakan pada mereka apakah mereka sanggup memberi pekerjaan selama kalian hidup. Jika tidak mengapa mereka menilang karena kalian tidak pakai helm. Lebih baik mati kan dari pada hidup di dunia tidak punya pekarjaan—hidup di surga lebih enak untuk sebagain orang. Jadi para pemerintah itu lebih baik jujur saja, membuat undang-undang denda untuk orang yang berkendara tidak pakai helm itu karena pemerintah takut kalian mati dan pajak yang tersetor di dompet mereka berkurang. Kata- kata yang terakhir tadi itu adalah menurut presiden Jancuker gendeng, Sujiwotejo.

Mari melanjutkan hidup. Stay safe.

0 Comments