Bab I "Berangkat Sekolah"


              
                Meskipun rasa ngantuk masih bergelanyut, terasa berat di mata, aku terus dipaksa bangun oleh ibuku. Mata masih setengah terbuka, dengan paksa, ibu melepas kancing bajuku satu per satu. Aku hanya bisa pasrah, sesekali berontak dengan rengekan yang tak akan didengarkan olehnya. Kemudian ibu menggiringku ke tempat mandi, di sumur belakang rumah, dan guyuran air memekakkan mata.
            Itu dulu, ketika aku masih di bangku Sekolah Dasar. Tapi sebenarnya juga tak beda dengan sekarang, di jenjang SMA. Ibu selalu memaksakan aku untuk berangkat sekolah.
            Setiap pagi teligaku disuguhi dengan teriakan mengusik tidur pagi yang amat nikmat. Sudah berulangkali aku dengar nasihatnya yang selalu diulang-ulang setiap pagi.
            “Jangan tidur lagi sehabis sholat subuh. Itu menjadikan orang jadi faqir”. Teriak ibu sambil menyapu ruangan di dekat kamarku. “Tidur pagi itu, membuat rezekimu dipatuk ayam”
            Jika aku tak lekas bangun, tak enggan ibuku langsung masuk ke kamar, memberiku hadiah cubitan di paha hingga merah membekas sampai siang hari.
            Andai aku boleh memilih, sebenarnya, aku lebih suka pergi mengembala sapi atau kambing bersama teman di hutan. Bagiku, itu lebih menyenangkan. Sebab, di sekolah aku tak pernah merasa medapat apa-apa kecuali rasa bosan dengan pelajaran.
            Banyak anak di desaku yang seusia dengan aku, tapi menjadi pangon 1. Mereka bekerja pada orang yang memiliki banyak hewan ternak: sapi dan kambing.
Jika yang digembala adalah sapi, maka si pangon tadi mendapatkan satu anak sapi setelah mereka bekerja selama 3 tahun mengurusi sapi tersebut. Tugas pangon adalah memenuhi segela kebutuhan sapi, termasuk mengembalakan, kasih minum, memasukkan ke kandang tiap sore. Biasanya para tuannya membuatkan kamar khusus untuk pangon di area kandang.
            Jika yang dikembala adalah kambing, durasi waktu untuk mendapatkan upah satu anak kambing adalah selama 6 bulan. Mengurusi kambing sedikit lebih sulit dari pada sapi karena pangan kambing tak semudah pangan sapi. Kambing itu hanya mau makan rumput tertentu—bukan sembarang rumput. Tapi untuk sapi, rumput apa saja akan dilahap.
            Matahari merangkak dari kaki langit menuju titik waktu dhuha. Sudah agak tinggi, cahayanya menyibak daun-daun yang masih berembun, menyentuh tanah. Burung-burung tak pernah lelah mengindahkan suasana pagi, dan aku sudah berseragam lengkap siap pergi ke sekolah.
Satu-satunya yang memberiku semangat untuk berangkat sekolah bukan pelajaran Bahasa Indonesia, meskipun aku suka membaca puisi-puisi karya para sastrawan Indonesia, tapi gadis itu yang menjadi bara semangatku. Aulia namanya. Kapan saja, apa saja, yang dia lakukan di sekolahan selalu menarik untuk aku perhatikan. Sama indahnya dengan goresan puisi sang penyair, kalau begitu--mungkin--memang tuhan sedang bersyair yang tergores dalam dia yang begitu indah. Diam-diam, aku menikmatinya: ayat-ayat cinta2.


Bersambung.....

1.    Anak yang bekerja sebagai buruh untuk mengurusi hewan ternak.
2.    Judul novel karangan Abdurrahman Al Shirazy, terbit pada tahun 2004. Best seller Nasional.

0 Comments