"Agama sudah semestinya ditinggalkan manusia
bukan karena alasan teologis, tetapi karena agama telah menjadi sumber
kekerasan sekarang ini dan pada masa lalu" kata Harris dalam bukunya, The
End of Faith.
Jangan bergidik dulu membaca kalimat di atas jika
kata-kata tersebut terasa sangat merendahkan agama yang anda yakini. Sebab, banyak
kekerasan yang ‘terduga’ terjadi
sebab perbedaan dalam beragama.
Konflik yang terjadi di Sampang - Sunni VS Syiah -
juga ‘terduga’ sebab perbedaan dalam
beragama. Padahal aslinya bukan. Konflik tersebut pecah bukan karena beda
pendapat tapi beda pendapatan antara kakak dan adik (Rois dan Tajul) yang
kemudian diatasnamakan agama.
Akhirnya, agama hanya menjadi kambing hitam. Begitulah
jika agama hanya diyakini tapi tidak dilakoni.
Lambat laun, nilai agama pun akan dianggap menyengsarakan manusia.
Banyak orang menjadi atheis karena sudah gerah dengan
agama. Bukan karena pemikiran filsafat atau sains, mereka menjadi atheis karena
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pengikut agama. Mereka melihat
kontradiksi antara apa yang dikhotbahkan dengan apa yang dilakukan.
Ayaan Hirsi
Ali seorang muslimah. Waktu remaja, ia masuk sekolah muslimah yang didanai
Saudi. Guru-gurunya beraliran keras. Hidup dengan aliran keras ini tidak
membahagiakannya. Ia menyaksikan berbagai tindakan kekerasan atas nama agama.
Ia mengungsi
ke negeri Belanda. Di sini, ia mendapat perlakuan yang tidak enak dari sesama
Muslim. Setelah kecewa dengan peristiwa 11 September, setelah membaca Manifesto
Atheis dari Herman Philipse, secara resmi ia meninggalkan Islam dan menyatakan
diri Atheis.
Mestinya, agama bukan
hanya dijadikan kepercayaan dengan ritual-ritual yang wajib dilaksanakan. Tapi, agama
adalah sebuah cara berperilaku untuk keselamatan dan kesejahteraaan manusia.
0 Comments