Perbedaan!





Perbedaan sehaibat apapun tak akan melahirkan permusuhan jika kita berani saling sapa di warung kopi.

Saya punya teman, namanya Oki Prasetyo Wahono. Dia dulu anak punk, sekarang ikut aliran yang oleh orang NU disebut salafi. Ia bangga dengan alirannya tersebut. Maka ia pun menyebutkan dirinya pada saya dengan istilah punk-salafi.

Akhir-akhir ini ia mengubah namanya dengan Abu Adore untuk beberapa akun media sosial: mungkin karena ada istilah 'prasetyo' yang identik dengan kejawen-hindu dalam namanya itu. Mungkin juga bulan depan, ia akan mengubah nama di KTP.

Tak sekalipun dalam hidupnya ia ikut tahlilan. Bagaimana mungkin ia melakukan amalan bidah? Tak mungkin. Sekarang ia sangat taat dengan sunnah, termasuk memelihara jenggot. Itulah kenapa ia terkadang ngefans sama Lionel Messi (yang saat ini berjenggot) meskipun non muslim. Ia sendiri pencinta West Ham, yang pada tahun ini baru membeli 'pemain salaf berjenggot' Simone Zaza dari Juventus. Ia pun bergembira atas keputusan Slaven Bilic.

Dan jangan pernah berharap ia memilih Ahok, karena sesuai surat Al Maidah: 51, haram baginya memilih pemimpin kafir. Selain itu, bahwa kenyataannya, ia ber-KTP Malang membuatnya tak mungkin ikut Pilkada Jakarta.

Dalam obrolan di warung kopi soal agama, saya mengklaim diri sebagai orang NU padahal sebenarnya saya tak pernah terdaftar di ranting manapun. Oleh sebab itu, ia sering menggugat pada saya tentang perilaku NU yang dinilai melenceng. Sebagai penganut aswaja, tentu saja saya tidak terima dikatakan sesat.

Dia sering menyuguhkan hadis-hadis yang pernah disampaikan ustadznya. Tapi tetap saja saya bisa beragumen, karena saya pernah mondok. Namun terkadang saya juga tak bisa membantah apa-apa karena kedangkalan pengetahuan saya. Begitu pula sebaliknya.

Tak pernah ada titik temu. Perbedaan pun tetap menang ketika kami meninggalkan warung. Besoknya, kami ngopi lagi. Perbedaan menang lagi. Saya mengatakan pikirannya sesat. Dia bilang saya yang sesat.

Besoknya kami ngopi lagi. Dia bilang saya sesat, saya bilang dia yang sesat. Karena sama-sama merasa sesat, akhirnya kami menertawakan diri sendiri. Perang saudara antar sesama muslim dalam skala kecil pun gagal terjadi.

Akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa sebenarnya kita tak tahu apa-apa tentang agama. Bagaimana Allah memberi ilmu sejati pada kita jika pengamalan kita terhadap perintah agama saja tak ada sebutir debu.

O, ya...Yang paling akhir, pesan untuk pemerintah: jika ingin meredamkan benih-benih perang antar saudara muslim di Indonesia sepertinya harus menggalakkan mendirikan warung kopi, lumayan buat nambah pendapatan negara.

Allahu a'lam...


1 Comments

  1. habis nonton film 'sarjana kambing', ini sama penulis skenario filmnya ya? hehe. kirain itu dari kisah nyata. brgkali mau kisah nyata, ada di blog www.kopiserialjon.xyz di tag 'serial jon traktor'. dari tukang angon sapi menuju kepala sekolah. salam dari tegal kang... :D

    ReplyDelete