Jika pikiranmu stres, atau kesepian, ada baiknya jika kamu baca buku ini. Dijamin gak bakal rugi membaca 346 halaman di dalamnya. Ente bisa ngakak dibuatnya, yang tak kalah penting dalam kitab ini juga terdapat kiat-kiat menaklukkan wanita dengan cara tidak biasa.
Saya sendiri agak menyesal kenapa baru baca sekarang, kenapa gak 13 atau 14 tahun lalu. Tapi buku ini emang baru terbit pertama tahun 2014 sih... Tepatnya, Jumadas tsani 1435 H.
Sudah lama saya tahu buku ini terpampang di rak toko buku kategori novel laris. Melihat judulnya itu saya sempat enggan beli, 'Ah, buku bacaannya anak remaja galau."
Ternyata memang untuk remaja galau, tapi menyenangkan.
Ada jaminan mutu dari Imam Besar The Panasdalam, Pidi Baiq.
Kesan pada Buku Dilan Bagian Kedua
Dilan membuat kontak mata dan memberi aku anggukan:
"Iya. Hati-hati, Lia," katanya.
Kata-kata biasa, tetapi terdengar seolah-olah dia sedang bilang: "Hati-hati, Lia, jangan ada yang melukaimu, nanti besoknya orang itu akan hilang."
Aaaaaaahhh!
Akhirnya aku pergi dengan Mas Herdi meninggalkan Dilan. Aku pergi dengan seluruh tubuhku ingin kembali ke Dilan.
(Kutipan dari buku)
***
Buku Dilan bagian dua tak sebagus yang pertama. Dari covernya sudah tertebak, isi bagian kedua ini pasti mau cerita perpisahan dengan Milea.
Berbekal perasaan setelah membaca buku pertama, di mana puncaknya mereka habis jadian, harus menyiapkan mental kecewa saja kalau nanti Dilan berpisah sama Lia. Maksudku berpisah dari Milea Adnan Hussain. Hanya ingin tahu saja, apa yang membuat mereka berpisah. Berpisah karena bosan atau berpisah karena menikah, atau karena selainnya!
Guyonan Dilan di buku kedua ini sudah terasa basi, skemanya sama. Sampai halaman 130-an tak ada sesuatu yang baru hingga akhirnya ada nama Yugo. Saya kira Milea akan menjalin hubungan dengan Yugo kemudian membuat putus hubungan sama Dilan, ternyata bukan.
Dan ketika akhirnya berpisah beneran, tragedinya kurang mengena. Gimana ya, terlalu terburu-buru kali ya ceritanya.
Usai berpisah dengan Dilan, Milea bertemu dengan Mas Herdi ketika ia sudah kuliah. Pada suatu saat, ia bertemu dengan Dilan di Jakarta, manusia konyol yang akan selalu ada dalam catatan sejarah Milea. Kebetulan waktu itu ia sedang bersama dengan Mas Herdi. Dalam situasi seperti itu, seperti pada dialog di atas, ia terpaksa berpamitan meskipun masih ingin banyak ngobrol.
Potret reformasi 1998 juga ada di bagian akhir tapi gak terlalu penting. Biar bagaimanapun, sedikit memberi pengaruh pada cerita kehidupan Milea karena ia kemudian harus meninggalkan Bandung dan kembali ke Jakarta.
Sudah.
Masih ada satu buku lagi masih dari rangkaian buku Dilan ini. Semoga ada rezeki bulan depan untuk membelinya, meski barangkali ceritanya lebih membosankan.
Kesan pada Buku Dilan Bagian Ketiga
dan perpisahan, menurutku, apa saja bentuknya, selalu menginginkan air mata.
6 Desember 2015 - 18 Januari 2016
0 Comments