Hari Ibu dan Wajah Bapak Tua yang Menyedihkan



Hari ini 'Hari Ibu' di Indonesia. Tapi aku justru dibuat miris dengan pemandangan seorang bapak yang menyentuh hati. 

Ceritanya hari ini sehabis magrib aku dan istriku jalan-jalan ke alun-alun kota Malang. Tak lama setelah masuk alun-alun aku melihat bapak yang sudah tua dituntun oleh seorang perempuan, entah cucunya atau anaknya aku gak paham. Tapi dugaanku  dia adalah anaknya, karena perempuan itu sepertinya sudah berumahtangga dan sudah punya anak. 

Aku dan istri kemudian ambil duduk di kursi panjang. Aku masih memandangi bapak tua yang jalannya lambat itu. Aku lihat di kakinya terdapat semacam perban. Itu yang sepertinya membuat bapak tua sulit jalan. 

Anak itu lantas menyuruh bapak  tua duduk di kursi panjang yang berseberangan dengan tempat aku duduk yang dipisahkan jalan taman selebar kira-kira tiga meter. 

Mataku terus mengikuti gerak bapak tua. Aku lihat dia mau duduk, tapi susah. Aku jadi membayangkan saat aku tua nanti pasti juga akan seperti itu. 

Samar-samar aku mendengar percakapan mereka. Anak perempuan bilang pada bapak tua agar duduk di sana dan menunggu sendirian. Sekali lagi sendirian. 

Sementara anak perempuan tadi mau ke suatu tempat. Aku gak tahu mau ke mana, aku hanya melihat anak perempuan itu menunjuk arah dengan jari telunjuknya. Ia meminta agar bapak menunggu di kursi panjang. Sendirian. 

Aku jadi kasihan. Dalam anganku, bapak tua itu pasti kesepian di tengah lalu lalang orang-orang di alun-alun. Aku ingin menemaninya sekedar mengajaknya ngobrol. Tapi waktu itu aku sedang disuapi mie ayam sama istriku. 

Sambil mengunyah mie aku tetap memandangi bapak tua itu. Dia sendirian. Aku minta pada istriku untuk melihat bapak tua itu. Dia juga ikut kasihan. 

"Kasih krupuk, Mas!" istriku menyarankan. 

Aku bergeming. Masak iya hanya ngasih krupuk lauk makan mie ayam yang kami bawa dari rumah. 

"Atau belikan tahu atau apa gitu," kata istriku lagi. 

Gak, ah. Masak membelikan orang yang punya keluarga dengan sebungkus tahu. Kukira gak pantas. 

Akhirnya aku tak melakukan apa-apa pada bapak tua yang kusangka sedang kesepian itu.
Tapi aku gak bisa mengalihkan pemandanganku darinya. Makin memandang  makin kasihan.  Aku melihat wajahnya tampak tanpa ekspresi kecuali wajah sabar menunggu. 

Setelah sekian lama, kemudian ada lelaki paruh baya mendekatinya sambik merokok. Ia lantas duduk di samping bapak tua. 

Aku jadi agak lega karena ada yang menemaninya. Meskipun kulihat mereka tidak ngobrol, paling tidak bapak tua itu tidak sendiri jika misalkan ada apa-apa. Aku mengira mungkin lelaki itu memang salah satu keluarganya. 

Mie ayam sudah habis dan aku bersama istri meninggalkan bangku panjang dan meninggalkan wajah bapak tua. 

Dari sana aku dapat pelajaran bahwa aku sendiri kelak akan menjadi tua dan barangkali akan sering mengalami kesepian. Selain itu, bapak itu juga memberiku pelajaran semoga kelak aku bisa menghibur bapakku sendiri kala beliau sudah menjadi tua. 

Aku melanjutkan jalan-jalan di kawasan alun-alun malang yang tetap ramai meskipun habis diguyur hujan gerimis sore tadi. 

Membahas Hari Ibu. 

Dan Hari Ibu bagiku adalah peringatan yang tak begitu signifikan. Aku baru menyadari jika 22 Desember diperingati sebagai hari ibu justru dari media sosial. Dan aku merasa tak perlu membuat kata-kata manis yang kemudian diposting di media sosial juga. 

Langsung menyampaikan pada emak? Enggak juga. 

Aku juga merasa tidak perlu mengirim pesan atau menghubungi emak yang jauh di sana sekedar untuk mengucapkan selamat hari ibu. Aku merasa tidak perlu dan aku yakin emak juga tidak membutuhkan itu. 

Atau memang aku ini anak yang kurang berbakti pada ibu karena tak memberi ucapan selamat itu ya? He.. He.. He.. . Tapi aku kira, bagi emak, beliau akan lebih bahagia jika mendapat kiriman uang lebih banyak. 

Emakku gak matre kok, cuma setiap bulan  hampir pasti beliau tanya apakah sudah ada transferan masuk ke rekening. 

Aku yakin juga emak gak tahu kalau ini adalah hari ibu. Jadi gak masalah jika aku tidak kasih ucapan. Hari ibu tidak penting baginya, seperti halnya perayaan ulang tahun  sebab sudah lupa tanggal berapa beliau lahir. 

Dan akhirnya ketika orang-orang ramai membicarakan hari ibu aku jadi bertanya kenapa 22 Desember diperingati sebagai hari ibu. 

Setelah pelacakan yang saya lakukan di internet berdasarkan tulisan Tirto berjudul 'Sejarah Hari Ibu 22 Desember Berawal dari Yogyakarta' ternyata hari ibu memang diprakarsai oleh  kaum ibu-ibu  yang menggelar kongres pada 22 Desember 1928. Kongres itu dihadiri oleh berbagai organisasi perempuan termasuk Aisyiah (semacam fatayat NU). Dalam kongres itu, mereka membicarakan banyak hal terkait dunia perempuan termasuk pendidikan untuk perempuan, pernikahan, adab perempuan, dll. 

Kemudian pada saat memperingati kongres yang ke-25 pada tahun 1953, Presiden Soekarno menetapkan 22 Desember sebagai hari ibu. 

Meskipun aku cenderung tak acuh pada hari ibu, tapi menurutku peringatan ini tetap penting. Ibu harus mendapat sesuatu yang istimewa baik dari diri kita sendiri maupun  peringatan seremonial  dari negara. Sebab Nabi Muhammad SAW pemimpin terbaik di dunia pernah bersabda bahwa ibu memiliki tempat istimewa, lebih istimewa dibanding ayah. 

“Seseorang datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ 

Nabi menjawab, ‘Ibumu!’ 

Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ 

Nabi menjawab, ‘Ibumu!’ 

Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ 

Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ 

Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ 

Nabi menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” 

(Hadis dari Abu Hurairah R.A.) 

Allahu a'lam bis showab.

1 Comments